Sabtu, 27 November 2010

Cerpen

haoi...
ini cerpen buatanku......  mohon dibaca....

kalau ada kata yang salah (salah ketik) mohon dimaafkan....



MIE  PANGSIT MANG UJANG
OLEH : Sultan A.J.W.


“Mie pangsitnya, Mas” 
Teriakan itu selalu terdengar setiap sore, diiringi bunyi tuk tuk kentongan kayu. Biasanya Nano akan langsung berlari keluar rumah.
“seperti biasa, Mang! Jangan lupa baksonya tiga.”
Mang Ujang dengan cekatan akan membuat mie pangsit pesanan Nano. Mienya tidak direbus lama-lama. Kuahnya pasti banyak. Kecap pun tak kalah banyak. Pastinya baksonya harus selalu tiga. Mang Ujang tak pernah lupa pesanan Nano.
“sudah sudah selesai mengerjakan PRnya?” hari ini tumben mang ujang mengajak Nano ngobrol.
“Sudah. Eh, iya, tadi ada pelajaran memasak lho, di sekolah”
“Memangnya Mas Nano bias masak?”
“Yeee…. Mang Ujang ini gimana sih. Gini-gini Nano jago masak, lho! Jangan-jangan nanti……,” Nano terdiam sesaat.
“Nanti apa, Mas?” Tanya Mang Ujang penasran.
Nano masih terdiam. Mulutnya ia majukan ke depan. Keningnya berkerut. Jari telunjuknya ia ketuk-ketukkan di dahinya.
“Nanti bias-bisa Nano lebih jago masak mie pangsitnya! Terus, Mang Ujang punya saingan deh!”
Mang Ujang tertawa pelan. Sambil Menyerahkan mie pangsit pesanan Nano, ia berkata, “Mang Ujang doain deh, supaya cita-cita Mas Nano tercapai.”
          Dengan lahapnya Nano mualai makan. Tak lama kemudian gerobak mie pangsit Mang Ujang pun mulai ramai. Anak-anak di sekitar kampung Nano berbondong-bondong mendatangi Mang Ujang
Mie pangsit Mang Ujang memang terkenal kelezatannya. Rasa bumbu yang dimasukkan di mie itu bias terasa pas di lidah. Makanya mie pangsit Mang Ujang terkenal dan laris setiap harinya.
“Sedang apa, No?” Tanya ibu ketika melihat Nano duduk terenung di teras rumah.
“Nano lagi nungguMang Ujang, Bu. Kok dari tadi tak lewat-lewat, ya……”
“mungkin hari ini Mang Ujang libur dulu, No. Memangnya Cuma sekolah kamu saja yang libur,” canda Ibu.
“Aduh, Ibu! Mana mungkin Mang Ujang libur. Nanti dia dapat uangnya dari mana kalau tida jualan?”
Ibu tak menjawab pertanyaan Nano. Ia hanya tersenyum sambil mengacak saying rambut Nano.
Sementara Nano tetap bergeming dari tempat duduknya. Pandangannya gelisah menatap ke jalan.
Tok…Tok…Tok… “Mie pangsit! Mie pangsit!” teriak suara kecl di ujung jalan kampong. Anak-anak yang sedang bermain di tengah lapangan bola serentak menoleh.
“Mie pangsit Mang Ujang!” teriak mereka baramai-ramai. Akan Tetapi…
“lho, kok bukan Mang Ujang? kok,nano yang jualan mie pangsitnya?”
Nano tertawa senang. “Teman-teman, untuk sementara aku yang menggantikan Mang Ujang berjualan keliling kampung.”
“Mang Ujang sedang sakit. Katanya kemarin terserempet mobil. Nah, daripada tak bis jualan, jadi aku saja yang menggantikannya,” senyum Nano.
Beberapa anak saling pandang bingung. “Tenang saja, mie pangsit buatanku tak kalah dari buatan Mang Ujang. Lagipula, uangnya nanti bias untuk maembantu Mang Ujang bayar biaya ke dokter,” terang nano lagi.
“Kalau begitu, aku pesan satu!”
“Aku juga”
“Aku tidak pakai kuah, ya!”
Kerumunan orang yang membei mie pangsit makin bertambah banyak. Satu-persatu Nano melayani mereka.
“Mang Ujang, Cuma ini yang bisa Nano bantu, ya!”

Minggu, 07 November 2010

HOI MY FRIEND.....

hallo.....
my real name is sultan AJW.......
I'm new here........


                                                                   Sign.........
                                                                 sultan JAWS